Total Tayangan Halaman

Senin, 09 Januari 2012



SIKLUS HIDUP PRODUK – PRODUCT LIFE CYCLE
Seperti halnya dengan manusia, suatu produk juga memiliki
siklus atau daur hidup. Siklus hidup produk biasa dikenal dengan istilah
Product Life Cycle (PLC), yaitu suatu grafik yang menggambarkan
riwayat suatu produk sejak diperkenalkan ke pasar sampai dengan
ditarik dari pasar.
Daur hidup produk (PLC) merupakan konsep yang penting
dalam pemasaran karena memberikan pemahaman yang mendalam
mengenai dinamika bersaing suatu produk.
Ada berbagai pendapat mengenai tahap-tahap yang ada dalam
PLC suatu produk. Ada yang menggolongkannya menjadi introduction,
growth, maturity, decline dan termination. Sementara itu ada pula yang
menyatakan bahwa keseluruhan tahap-tahap PLC terdiri dari
introduction (pioneering), rapid growth (market acceptance), slow
growth (turbulance), maturity (saturation), dan decline (obsolescence).
Selain itu ada juga pendapat yang mengkategorikannya ke dalam
tahap introduction, growth, maturity, saturation, dan decline. Meskipun
demikian pada umumnya yang digunakan adalah penggolongan ke
dalam empat tahap, yaitu introduction, growth, maturity, dan decline.
Karakteristik Tahap-Tahap Dalam Siklus Hidup Produk
Karakteristik dan tujuan pemasaran pada setiap tahap PLC
dapat disajikan secara ringkas dalam gambar.
Pada tiap tahap tersebut terdapat peluang dan masalah yang
berbeda-beda dalam kaitannya dengan strategi pemasaran dan potensi
laba. Dengan mengenali tahap di mana suatu produk sedang berada,
atau yang akan dituju, pihak manajemen dapat merumuskan rencana
dan strategi pemasaran yang tepat.
Perlu untuk diperhatikan bahwa aplikasi konsep PLC tidaklah
terbatas pada product form life cycle saja, tetapi juga meliputi product
line life cycle, product category life cycle, industry product life cycle,
individual product life cycle, bahkan brand life cycle. Meskipun
demikian, ada pula pakar yang tidak sependapat, diantaranya
McCarthy dan Perreault (1990) serta Dhalla dan Yuspeh (dalam Weitz
dan Wensley, 1988) yang menyatakan bahwa produk dan merek
individual tidak memiliki PLC. Argumen yang dikemukakannya adalah
bahwa produk dan merek individual dapat diperkenalkan di tahap mana
saja dalam PLC (kasus me-too product). Di samping itu, penjualan dari
produk individual seringkali tidak mengikuti pola umum PLC.
Melengkapi kritiknya tersebut, McCarthy dan Perreault menyarankan
penggunaan istilah Market Life Cycle atau Product-market Life Cycle
daripada Product Life Cycle. Dalam buku ini istilah yang akan
digunakan adalah Product Life Cycle, karena istilah ini telah diterima
secara umum dan dipakai secara luas.
Selain karakteristik di atas, PLC juga memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut :
Tidak setiap produk melalui semua tahapan. Beberapa produk
bahkan ada yang tidak pernah melewati tahap perkenalan.
Umumnya produk yang gagal memasuki semua tahapan ini adalah
produk-produk yang berkaitan dengan teknologi dan mode (fad).
Contohnya: produk-produk elektronik (walkman, tape recorder,
komputer dan aksesorinya, dan lain-lain), komponen-komponen
tertentu (transistor, IC, dan lain-lain), perangkat lunak komputer
(baik application programming maupun language programming),
dan masih banyak lagi.
* Panjang suatu tahap PLC untuk tiap produk sangat bervariasi.
Product category memiliki PLC yang paling lama, product form
cenderung mengikuti pola PLC standar (bentuk S), sedangkan
merek memiliki PLC yang paling pendek. Kenyataan membuktikan
tidak semua produk memiliki PLC yang berbentuk S, seperti yang
disajikan di kebanyakan buku teks. Sementara itu, style life cycle
mempunyai daur hidup yang panjang, sedangkan fad life cycle
hanya berlangsung singkat.
* PLC dapat diperpanjang dengan inovasi dan repositioning. Banyak
contoh perusahaan-perusahaan yang berhasil memperpanjang
PLC produknya sehingga penjualannya tidak menurun tetapi
malahan terus meningkat. Contoh klasik yang dapat kita lihat
adalah keberhasilan Du Pont dalam memperpanjang PLC
produknya, yakni nylon. Sebelumnya nylon hanya dipergunakan
untuk parasut pada waktu Perang Dunia II. Tetapi kemudian
perusahaan berhasil menunjukkan alternatif penggunaan nylon
untuk industri pakaian. Pakaian wanita dengan bermacam-macam
tekstur dan warna yang terbuat dari nylon dipromosikan. Jaket dan
macam-macam variasi lainnya dari nylon berkembang di kalangan
konsumen dan industri sampai sekarang. Untuk contoh Indonesia,
misalnya Rinso yang berhasil memperpanjang PLC-nya dengan
memperkenalkan Rinso Baru, Rinso Ultra, Rinso Formula Plus,
serta Rinso Warna. Demikian pula halnya dengan Pepsodent yang
memperkenalkan Pepsodent yang khusus memelihara kesehatan
gusi.
Dasar Pemikiran Siklus Hidup Produk
Konsep Induk
Produk diciptakan sebagai salah satu dari sekian banyak
alternatif pemecahan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Sebagai
contoh, manusia mempunyai kebutuhan akan alat bantu hitung,
kemudian untuk memuaskan kebutuhan tersebut diciptakanlah
kalkulator dan komputer. Kebutuhan ini berkembang sepanjang waktu
sesuai dengan berkembangnya kegiatan perdagangan. Perubahan
tingkat kebutuhan dapat dijelaskan dengan Demand Life-cycle Curve
(DLcC), yang melalui tahap-tahap Emergence, Accelerating growth,
Decelerating growth, Maturity, dan Decline.
Suatu kebutuhan pada suatu saat akan dipenuhi oleh teknologi
tertentu. Kebutuhan akan alat bantu hitung pertama dipenuhi dengan
alat sederhana seperti simpoa, kemudian berkembang menjadi mesin
penjumlah, kalkulator, dan akhirnya komputer. Setiap teknologi baru
biasanya akan dapat memenuhi kebutuhan dengan lebih baik. Masingmasing
teknologi tersebut memperlihatkan Demand-technology Life
Cycle (DtLC), di mana siklus ini juga memiliki tahap-tahap seperti
DLcC.
Dalam suatu DtLC tertentu akan terlihat berbagai bentuk
produk yang secara silih berganti memenuhi kebutuhan tertentu pada
suatu saat. Kalkulator misalnya, mulanya berukuran agak besar
dengan fungsi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian
saja. Kemudian berkembang dengan ukuran yang lebih kecil dengan
fungsi perhitungan matematika yang lebih banyak dan kompleks dan
akhirnya berkembang dengan kalkulator semi komputer. Perubahanperubahan
inilah yang menunjukkan adanya masa timbul dan
tenggelamnya suatu produk dan yang kemudian menimbulkan konsep
PLC.
Bagaimana Siklus Hidup Produk Bisa Terjadi
Penjelasan yang banyak diterima adalah penjelasan yang
didasari oleh konsep perilaku konsumen yang disebut Consumer
Adoption Process. Proses ini biasanya memerlukan waktu. Masyarakat
umumnya mengetahui keberadaan suatu produk baru setelah produk
tersebut ada di pasar selama beberapa waktu, dan kemudian mereka
menerimanya secara bertahap. Rogers membagi tahapan-tahapan
proses adopsi menjadi lima tahap, yaitu:
1. Kesadaran (awareness), yaitu konsumen mengetahui tentang
adanya produk baru, tetapi tidak mempunyai informasi mengenai
produk tersebut.
2. Perhatian (interest), yaitu konsumen terdorong untuk mencari
informasi mengenai produk baru tersebut.
3. Penilaian (evaluation), yaitu konsumen mempertimbangk an dan
menilai untung ruginya mencoba produk baru tersebut.
4. Pencobaan (trial), yaitu konsumen mencoba produk baru secara
kecil-kecilan, untuk memperkirakan kegunaannya.
5. Adopsi, yaitu konsumen memutuskan untuk menggunakan produk
baru tersebut secara teratur.
Teori adopsi kemudian memberikan pengertian yang lebih jauh
tentang PLC dengan penjelasannya tentang proses difusi, yaitu
penyebaran ide baru sejak pengenalannya sampai penerimaan secara
umum. Rogers mengklasifikasikan pengadopsi inovasi menjadi lima
kategori yaitu Innovator, Early Adopter, Early Majority, Late Majority,
dan Laggard. Teori Adopsi ini memberikan implikasi yang jelas pada
konsep PLC. Bila produk baru mulai diluncurkan, perusahaan harus
berusaha mempengaruhi konsumen agar berminat, tertarik, mencoba,
dan akhirnya membeli. Proses ini memerlukan waktu yang panjang.
Pada tahap perkenalan biasanya hanya beberapa orang saja yang
membeli. Bila ternyata produk tersebut memuaskan kebutuhan,
sejumlah pembeli lainnya akan membeli juga (Early adopter).
Masuknya pesaing semakin mempercepat proses adopsi Pada tahap
berikutnya, lebih banyak pembeli lagi masuk ke pasar (Early majority).
Kemudian laju pertumbuhan mulai menurun pada saat jumlah pembeli
baru yang potensial menyusut. Penjualan menjadi mantap disebabkan
oleh stabilnya tingkat pembelian ulang. Namun akhirnya akan tiba
waktunya penjualan menjadi menurun karena munculnya kelompok
produk baru, bentuk produk baru, atau merek baru yang mulai menyita
perhatian konsumen dari produk yang sedang beredar. Dengan
penjelasan ini kiranya jelas pengertian daur hidup produk bila
dihubungkan dengan proses normal dari proses difusi dan adopsi
produk baru.
Pengukuran Siklus Hidup Produk
Bila PLC dianggap sebagai nilai strategik bagi suatu
perusahaan, maka manajernya harus dapat menentukan di mana
posisi PLC produknya pada saat ini. Identifikasi tahapan PLC ini dapat
ditentukan dengan kombinasi tiga faktor yang menunjukkan ciri status
produk dan membandingkan hasilnya dengan pola yang umum.
Tahap PLC suatu produk dapat ditentukan dengan
mengidentifikasi statusnya pada 3 kurva.
* Market Volume, ditunjukkan dalam unit untuk menghindari distorsi
akibat perubahan harga.
* Rate of Change of Market Volume, merupakan cara yang lebih
kompleks untuk menunjukkan tingkat pertumbuhan karena
sebagian orang dapat memahami tingkat pertumbuhan yang
negatif.
* Profit/Loss, menggambarkan perbedaan antara pendapatan total
dan biaya total pada setiap titik waktu.
Kesuksesan dalam memanajemeni PLC suatu produk
membutuhkan perencanaan dan pemahaman yang cermat dan
mendalam mengenai karakteristik berbagai titik dalam kurva-kurva ini.
Karakteristik tersebut dapat diringkaskan dalam tabel 6.10.
Strategi Pemasaran Dalam Tahapan Siklus Hidup Produk Secara Umum
Dalam setiap tahap PLC diperlukan strategi-strategi tersendiri.
Untuk itu diperlukan kemampuan khusus dari seorang manajer untuk
dapat menciptakan dan menerapkan bauran pemasaran yang tepat
pada saat yang tepat. Penentuan kapan suatu produk beralih dari suatu
tahap ke tahap berikutnya sangat sulit. Banyak ahli yang telah
mengembangkan model-model untuk memproyeksikan tahap growth
dan maturity suatu produk baru dengan dasar data uji pasar, tetapi
sebagian besar model tersebut mengalami kesulitan dalam
memproyeksikan tahap decline. Namun para manajer pemasaran
dapat menggunakan berbagai indikator guna memproyeksikan kapan
suatu produk memasuki tahap maturity. Indikator tersebut meliputi
proporsi new triers suatu produk versus replacement sales, penurunan
laba, overcapacity dalam industri, kinerja replacement products,
peningkatan elastisitas harga, tingkat konsumsi para pemakai saat ini,
dan perubahan-perubahan model.
Tahap Pengenalan – Introduction
Tahap pertama dalam PLC adalah tahap perkenalan. Ciri-ciri
umum tahap ini adalah penjualan yang masih rendah, volume pasar
berkembang lambat (karena tingginya market resistance), persaingan
yang masih relatif kecil, tingkat kegagalan relatif tinggi, masih banyak
dilakukan modifikasi produk dalam pengujian dan pengembangannya
(karena problem yang timbul tidak seperti yang diramalkan dan
mungkin pula disebabkan pemahaman yang keliru tentang pasar),
biaya produksi dan pemasaran sangat tinggi, serta distribusi yang
masih terbatas.
Permintaan dalam tahap ini datang dari core market, yaitu
konsumen yang mempunyai dana berlebih dan mencari produk yang
benar-benar diinginkannya. Oleh karena harga produk baru biasanya
tinggi (karena belum diproduksi secara massal, secara efisien, dan
untuk menutup biaya riset dan pengembangan serta biaya promosi),
maka konsumen seperti inilah yang dituju oleh produsen. Laba masih
sangat rendah (bahkan merugi) karena besarnya biaya pemasaran
(terutama promosi) dan biaya lainnya, sementara penjualan masih
rendah. Pada tahap ini promosi difokuskan pada usaha membangun
permintaan awal (primary demand) yaitu permintaan pada kelas produk
(product class), bukan pada merek produk. Produk baru juga biasanya
menimbulkan masalah distribusi, karena seringkali wholesaler dan
retailer tidak bersedia menanggung risiko untuk menjual produk baru.
Dengan demikian, biaya promosi menjadi sangat tinggi karena selain
ditujukan untuk menginformasikan konsumen akhir tentang keberadaan
produk, juga untuk menarik minat distributor.
Strategi pemasaran pada tahap ini ditujukan untuk membangun
kesadaran akan produk secara meluas dan mendorong konsumen
untuk mencoba. Atau dengan kata lain adalah menciptakan primary
demand (permintaan untuk produk baru). Untuk kepentingan ini produk
biasanya didesain dengan model yang terbatas guna menghindari
terjadinya kebingungan pada calon pembeli dan memudahkan mereka
mengenal ciri produk dengan cepat. Di sini kualitas produk tersebut
akan menentukan pembelian ulang. Untuk penetapan harga ada dua
strategi yang dapat diterapkan. Pertama, dengan menetapkan harga
tinggi untuk dapat menutup biaya dengan cepat dan membuat barrier to
entry bagi produsen lain. Kedua, menetapkan harga yang rendah untuk
memperoleh penerimaan pasar yang cepat. Diskon harga biasanya
dipakai untuk memperoleh outlet distribusi. Kegiatan promosi terutama
diarahkan untuk membangun kesadaran, di mana periklanan yang
digunakan adalah jenis informing. Personal selling yang ekstensif
kepada distributor, pemberian sampel dan kupon, dan publisitas
merupakan cara-cara komunikasi yang banyak ditempuh pada tahap
ini. Umumnya convenience product sangat membutuhkan sampel,
kupon dan voucher, sedangkan shopping dan specialty product lebih
banyak memerlukan educational advertising dan personal selling
kepada konsumen akhir.
Strategi yang umum pada tahap ini adalah mengkombinasi
penetapan harga dan kegiatan promosi. Strategi ini ada empat bentuk, yaitu :
1. Rapid Skimming Strategy
Strategi ini dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga yang
tinggi untuk memperoleh laba kotor per unit sebanyak mungkin,
serta dengan melakukan promosi yang gencar untuk meyakinkan
konsumen tentang kualitas produk walau harganya mahal. Cara ini
biasanya dipakai untuk mempercepat laju penerobosan pasar.
Strategi ini akan berhasil jika sebagian besar pasar belum
mengetahui keberadaan produk, konsumen bersedia membayar
pada harga berapa pun, dan perusahaan menghadapi pesaing
potensial serta ingin membangun preferensi pada mereknya.
2. Slow Skimming Strategy
Strategi dijalankan dengan menetapkan harga yang tinggi untuk
memperoleh laba kotor per unit sebanyak mungkin dan promosi
yang rendah agar biaya pemasaran tidak terlalu tinggi. Strategi ini
akan berhasil jika besarnya pasar terbatas, sebagian besar
konsumen mengetahui keberadaan produk, konsumen mau
membeli dengan harga tinggi, dan pesaing potensial belum
muncul.
3. Rapid Penetration Strategy
Strategi ini dilakukan dengan menetapkan harga yang rendah dan
promosi yang agresif. Tujuan dari strategi ini adalah untuk
memperoleh penerimaan pasar yang cepat dan memperoleh
pangsa pasar yang besar. Strategi ini akan berhasil jika pasar
sangat luas, konsumen belum mengetahui keberadaan produk,
konsumen sangat peka terhadap harga, dan terdapat indikasi
persaingan potensial yang besar.
4. Slow Penetration Strategy
Strategi ini dijalankan dengan menetapkan harga yang rendah
untuk memperoleh penerimaan yang besar dari konsumen dan
promosi yang rendah agar biaya pemasaran tidak membengkak.
Keberhasilan strategi ini biasanya harus didukung dengan pasar
yang sangat luas, konsumen mengetahui keberadaan produk,
konsumen peka terhadap harga, dan persaingan potensial sangat
rendah.
Lamanya tahap pengenalan ini sangat ditentukan oleh
karakteristik produk seperti differential advantage dibandingkan produk produk
lain yang eksis di pasar, usaha-usaha edukasional yang
dibutuhkan, kadar sifat/corak baru suatu produk (degree of newness),
dan komitmen sumber daya pihak manajemen terhadap item/aspek
baru tersebut. Biasanya yang diharapkan adalah periode pengenalan
yang singkat, sehingga pengaruh negatif terhadap penerimaan dan
aliran kas dapat dikurangi. Demikian pula halnya dengan
ketidakpastian terhadap produk baru tersebut diharapkan dapat
ditekan.
Tahap Pertumbuhan
Bila suatu produk telah melewati tahap perkenalan dengan
baik, maka selanjutnya akan memasuki tahap pertumbuhan. Tahap ini
sendiri dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu rapid growth dan
slow growth.
Rapid Growth
Tahap rapid growth ini ditandai dengan melonjaknya tingkat
penjualan perusahaan dengan cepat karena produk telah diterima dan
diminta oleh pasar. Tidak semua produk baru dapat mencapai tahap
ini, bahkan tidak sedikit produk baru yang gagal di tahap awal. Namun
jika produk baru itu berhasil, sesuai dengan kebutuhan konsumen,
maka keadaan ini akan menarik pesaing untuk memasuki industri
tersebut dengan produk tiruan. Oleh karena itu, penyesuaian produk
seringkali dilakukan pertama kali di tahap ini Seiring dengan
meningkatnya penjualan, laba juga meningkat karena biaya produk
menjadi murah akibat efisiensi produksi dan kurva pengalaman
(learning curve). Di samping itu biaya promosi juga dibebankan pada
volume yang lebih besar. Sedangkan untuk distribusi, akan semakin
banyak outlet yang diperlukan, sehingga penambahan retailer akan
menjadi kebutuhan perusahaan. Pada tahap ini outlet akan mudah
didapat oleh perusahaan karena banyak retailer yang tertarik dengan
keuntungan dari kesuksesan produk baru ini. Namun situasi ini juga
dipengaruhi oleh intensitas persaingan. Semakin kuat intensitasnya,
maka para retailer tidak akan mampu menangani setiap lini produk
yang ditawarkan kepada mereka.
Strategi pemasaran pada tahap ini ditujukan terutama untuk
membangun pasar yang kuat dan mengkhususkan distribusi. Mutu
produk ditingkatkan dan lini produk diperluas untuk menarik segmen
pasar baru. Selain lini produk, lini harga juga digunakan untuk
memuaskan selera berbagai segmen, mulai dari harga rendah sampai
dengan harga premi. Sementara itu promosi ditekankan untuk
membangun preferensi merek (selective demand). Periklanan
dititikberatkan pada media massa untuk memaksimumkan jangkauan
penginformasian produk. Pemasar juga harus terus mengumpulkan
informasi tentang kegiatan persaingan dan mencari segmen pasar baru
karena peluang di pasar yang ada sudah mulai berkurang dengan
semakin banyaknya pesaing yang muncul.
Bentuk-bentuk strategi yang dapat dilakukan pada tahap ini
antara lain meliputi penyempurnaan produk (penambahan karakteristik
atau sifat tertentu dan pembuatan model baru), pengembangan
segmen pasar baru, penambahan saluran distribusi baru, selective
demand stimulation, dan pengurangan harga untuk merebut konsumen
baru.
Slow Growth
Pada tahap ini penjualan masih meningkat, namun dengan
pertumbuhan yang semakin menurun. Sebagian besar pasar telah
dijangkau, karena produk perusahaan telah digunakan oleh mayoritas
konsumen. Situasi ini akan menyebabkan perusahaan mulai
memperbarui produknya agar dapat mempertahankan penjualannya.
Pada umumnya dilakukan usaha modifikasi produk dengan
menyempurnakan model (style improvement) guna memantapkan
posisi produknya di pasar. Laba akan semakin sulit diperoleh
perusahaan dan penyalur karena persaingan harga akan cenderung
menyebabkan penurunan harga. Pesaing semakin banyak yang keluar
dari pasar disebabkan oleh semakin berkurangnya keuntungan/daya
tarik industri.
Strategi pemasaran pada tahap ini sebagian besar difokuskan
untuk memperkuat dan mempertahankan posisi pasar serta
membangun kesetiaan konsumen dan penyalui. Dengan semakin
banyaknya pesaing yang keluar dari pasar maka intensitas persaingan
menjadi berkurang. Jumlah produk di pasar juga berkurang, selain
akibat semakin terdesaknya produk tiruan yang gagal, juga disebabkan
oleh lini produk perusahaan yang menyusut karena produsen dan
penyalur menghilangkan item yang prestasinya jelek. Harga menjadi
alat persaingan. Selain untuk rnempertahankan konsumen agar tetap
membeli, alasan harga kini menjadi alat untuk bersaing karena pasar
sudah jenuh dan tidak tertarik lagi dengan promosi perusahaan.
Penyalur menjadi semakin penting karena produk yang selalu tersedia
pada tingkat eceran akan dapat memberikan penghasilan secara
teratur. Dengan demikian promosi akan bergeser dari konsumen ke
penyalur. Di samping itu usaha untuk memberikan pelayanan purna
beli (servis dan suku cadang) juga semakin meningkat. Intelijen
pemasaran mulai memfokuskan pada peningkatan produk, mencari
peluang di pasar baru, serta perbaikan dan penyegaran tema promosi.
Tahap Kedewasaan – Maturity
Tahap ini ditandai dengan tercapainya titik tertinggi dalam
penjualan perusahaan. Normalnya tahap ini merupakan tahap terlama
dalam PLC. Hal ini disebabkan pada tahap ini pemenuhan inti
kebutuhan oleh produk yang bersangkutan tetap ada. Sebagian besar
produk yang ada saat ini berada dalam tahap ini, karena itu sebagian
besar strategi pemasaran ditujukan untuk produk-produk dalam tahap
ini. Strategi pemasaran kreatif yang digunakan untuk memperpanjang
daur hidup suatu produk disebut innovative maturity.
Penjualan dalam tahap ini sangat sensitif terhadap perubahan
perekonomian. Pasar semakin tersegmentasi, sehingga untuk masingmasing
segmen diperlukan promosi yang berbeda dengan lainnya.
Umumnya tahap ini terdiri dari tiga tingkatan. Tingkat pertama disebut
growth maturity, yaitu pertumbuhan penjualan mulai berkurang yang
disebabkan oleh dewasanya distribusi. Tidak ada lagi saluran distribusi
baru yang bisa ditambah. Dalam tingkat kedua, stable maturity,
penjualan menjadi mendatar yang disebabkan oleh jenuhnya pasar.
Sebagian konsumen potensial telah mencoba produk baru yang
ditawarkan perusahaan. Pada tingkat ketiga, decaying maturity,
penjualan mulai menurun dan konsumen mulai bergerak ke produk tain
atau produk substitusi.
Menurunnya laju pertumbuhan penjualan mengakibatkan
kelebihan kapasitas dalam industri. Hal ini kemudian menyebabkan
persaingan menjadi sangat ketat dan intensif. Para pesaing akan lebih
sering menurunkan harga, memberikan diskon besar-besaran ataupun
mengobral produknya. Harga akan semakin turun, penjualan tukar
tambah mulai mendominasi, dan berbagai upaya dilakukan untuk
mengikat pembeli dan penyalur. Dana riset dan pengembangan
ditambah untuk menemukan produk baru. Semuanya ini akhirnya
menyebabkan semakin menyusutnya laba. Pada tahap ini tidak ada
celah lagi yang bisa dimasuki pendatang baru. Pesaing yang lemah
akan tersingkir dari pasar, dan secara berangsur-angsur industri hanya
akan terdiri dari perusahaan yang mapan.
Distribusi fisik menjadi semakin kompleks dan mahal. Produk
sangat banyak tersedia di pasar. Jumlah outlet yang menjual produk
perusahaan juga bervariasi sehingga akan memakan waktu dan biaya
untuk memastikan bahwa tiap outlet telah memiliki produk terbaru
perusahaan, mempunyai suku cadang yang cukup untuk reparasi
produk sekarang, dan melakukan penjualan tukar tambah untuk produk
yang lama. Faktor ini mendorong usaha promosi diubah dari periklanan
ke personal selling dan sales promotion yang ditujukan kepada
distributor.
Ada dua strategi utama yang dapat diterapkan pada tahap
kedewasaan. Yang pertama adalah defensive strategy, yang bertujuan
untuk mempertahankan pangsa pasar dari pesaing dan menjaga
kelompok produk (product category) dari serangan produk substitusi.
Bentuk strategi ini adalah berupa modifikasi bauran pemasaran untuk
memperoleh tambahan penjualan. Strategi bertahan ini lebih
menitikberatkan pada penekanan/pengurangan biaya produksi dan
menghilangkan kelemahan produk. Distributor memainkan peranan
penting untuk strategi ini, sebab tingkat penjualan yang mereka peroleh
dipengaruhi oleh usaha promosi perusahaan untuk mendorong
distributor tetap setia pada perusahaan. Di samping itu, karena promosi
berkurang keefektifannya, maka penentuan harga menjadi bentuk lain
dari promosi. Walaupun usaha promosi ditujukan untuk
mempertahankan kesetiaan produk pada konsumen dan distributor,
penekanannya akan lebih cenderung lebih berat pada distributor.
Meskipun merupakan alternatif strategi yang baik pada tahap
kedewasaan, strategi ini mempunyai kelemahan pokok yaitu sangat
mudah ditiru pesaing, terutama jika yang dilakukan adalah potongan
harga, peningkatan aktivitas pelayanan, dan distribusi massal.
Keuntungan yang diperoleh pun tidak banyak, karena setiap tindakan
yang dilakukan perusahaan akan mendapat reaksi dari pesaing.
Strategi yang kedua adalah offensive strategy, yang lebih
menitikberatkan pada usaha perubahan untuk mencapai tingkat yang
lebih baik. Bentuk strategi ini dapat berupa modifikasi pasar, yaitu
dengan menggaet kelompok bukan pemakai (non-user),
mengintensifkan penawaran produk kepada non-user, dan merebut
konsumen pesaing. Bentuk lain dari strategi ofensif adalah modifikasi
produk, yaitu mengubah karakteristik produk sedemikian rupa sehingga
semakin menarik konsumen saat ini untuk membeli, dengan cara
menawarkan manfaat baru dari suatu produk kepada konsumen
sekarang untuk mendorong pembelian yang lebih banyak dan
pemakaian yang lebih sering (usaha seperti ini sering disebut dengan
product relaunching). Alternatif yang digunakan ada beberapa cara,
yaitu:
* Strategi perbaikan mutu,
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan produk, misalnya
daya tahan, kecepatan, dan kinerja produk.
Strategi ini efektif jika mutu produk memang masih bisa
ditingkatkan, konsumen peka terhadap mutu produk, dan
konsumen percaya bahwa mutu yang lebih tinggi akan
memberikan manfaat yang lebih tinggi.
* Strategi perbaikan ciri (feature improvement),
bertujuan untuk menambahkan ciri-ciri baru pada produk seperti ukuran,
berat, bahan pokok baru, bahan pelengkap, dan sebagainya. Kebaikan
dari strategi ini adalah meningkatkan image perusahaan sebagai
pemimpin pasar yang progresif, dapat merebut kesetiaan segmen
pasar tertentu, memberikan publisitas cuma-cuma bagi
perusahaan, mendorong antusiasme pada wiraniaga dan
distributor, serta perubahan tersebut dapat dilakukan dengan
fleksibel tanpa tambahan biaya. Namun kelemahan terbesar dari
strategi ini adalah mudah ditiru, terlebih lagi apabila perubahan
tersebut tidak memberikan manfaat yang permanen.
* Strategi perbaikan model,
bertujuan untuk menambah daya tarik estetika produk
seperti model, warna, kemasan, dan lain-lain.
Keuntungan dari strategi ini adalah terciptanya identitas yang khas
di pasar serta kesetiaan konsumen pada merek. Namun strategi ini
juga mempunyai masalah selain keuntungan di atas, yaitu sulit
mengetahui kelompok orang yang menyukai model baru dan
biasanya model baru menghilangkan model lama yang sudah
diterima (style loyalty) sehingga perusahaan dapat menghadapi
risiko kehilangan konsumen yang terlanjur menyukai model lama.
Tahap Penurunan – Decline
Penjualan perusahaan yang semakin bergerak ke arah
penurunan merupakan gejala tahap decline dalam PLC. Penurunan
penjualan ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti perubahan selera
pasar, produk substitusi diterima konsumen (baik dan dalam negeri
maupun dan luar negeri), dan perubahan teknologi. Perusahaan akan
mengeksploitasi produknya sebelum memutuskan untuk
menghapusnya dan jajaran lini produk yang ditawarkan. Semuanya ini
mengakibatkan menghebatnya persaingan harga, kelebihan kapasitas,
dan laba perusahaan menghilang. Namun produk yang memasuki
tahap decline bukan berarti sudah tidak menguntungkan lagi. Ada
kemungkinan justru menguntungkan bagi perusahaan yang masih
bertahan di pasar, karena dapat memanfaatkan sisa-sisa konsurnen
yang sudah ditinggalkan pesaing. Pada tahap ini produk hanya akan
memenuhi kebutuhan pasar inti, sehingga konsumen cenderung
spesialis.

2 komentar: