Total Tayangan Halaman

Rabu, 18 Januari 2012

TUGAS IBD 4



Latar Belakang Konflik Poso
Konflik di poso adalah salah satu konflik yang ada di Indonesia yang belum terpecahkan sampai saat ini. Meskipun sudah beberapa resolusi ditawarkan, namun itu belum bisa menjamin keamanan di Poso. Pelbagai macam konflik terus bermunculan di Poso. Meskipun secara umum konflik-konflik yang terjadi di Poson adalah berlatar belakan agama, namun kalau kita meneliti lebih lanjur, maka kita akan menemukan pelbagai kepentingan golongan yang mewarnai konflik tersebut.
Poso adalah sebuah kabupaten yang terdapat di Sulawesi Tengah. Kalau dilihat dari keberagaman penduduk, Poso tergolong daerah yang cukup majemuk, selain terdapat suku asli yang mendiami Poso, suku-suku pendatang pun banyak berdomisili di Poso, seperti dari Jawa, batak, bugis dan sebagainya.
Suku asli asli di Poso, serupa dengan daerah-daerah disekitarnya;Morowali dan Tojo Una Una, adalah orang-orang Toraja. Menurut Albert Kruyt terdapat tiga kelompok besar toraja yang menetap di Poso. Pertama, Toraja Barat atau sering disebut dengan Toraja Pargi-Kaili. Kedua adalah toraja Timur atau Toraja Poso-Tojo, dan ketiga adalah Toraja Selatan yang disebut juga denga Toraja Sa’dan. Kelompok pertama berdomisili di Sulawesi Tengah, sedangkan untuk kelompok ketiga berada di Sulawesi Selatan. Untuk wilayah poso sendiri, dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama adalah Poso tojo yang berbahasa Bare’e dan kedua adalah Toraja Parigi-kaili. Namun untuk kelompok pertama tidak mempunyai kesamaan bahasa seperti halnya kelompok pertama.
Kalau dilihat dari konteks agama, Poso terbagi menjadi dua kelomok agama besar, Islam dan Kristen.  Sebelum pemekaran, Poso didominasi oleh agama Islam, namun setelah mengalami pemekaran menjadi Morowali dan Tojo Una Una, maka yang mendominasi adala agama Kristen. Selain itu masih banyak dijumpai penganut agama-agama yang berbasis kesukuan, terutama di daerah-daerah pedalaman. Islam dalam hal ini masuk ke Sulawesi, dan terkhusus Poso, terlebih dahulu. Baru kemudian disusul Kristen masuk ke Poso.
Keberagaman ini lah yang menjadi salah satu pemantik seringnya terjadi pelbagai kerusuhan yang terjadi di Poso. Baik itu kerusuhan yang berlatar belakang sosial-budaya, ataupun kerusuhan yang berlatarbelakang agama, seperti yang diklaim saat kerusuhan Poso tahun 1998 dan kerusuhan tahun 2000. Agama seolah-olah menjai kendaraan dan alasan tendesius untuk kepentingan masing-masing.
Awal konflik Poso terjadi setelah pemilihan bupati pada desember 1998. Ada sintimen keagamaan yang melatarbelakangi pemilihan tersebut. Dengan menangnya pasangan Piet I dan Mutholib Rimi waktu tidak lepas dari identitas agama dan suku[1].Untuk seterusnya agama dijadikan tedeng aling-aling pada setiap konflik yang terjadi di Poso. Perseturuan kecil, semacam perkelahian antar persona pun bisa menjadi pemicu kerusuhan yang ada di sana. Semisal, ada dua pemuda terlibat perkelahian. Yang satu beragama islam dan yang satunya lagi beragama Kristen. Karena salah satu pihak mengalami kekalahan, maka ada perasaan tidak terima diantara keduanya. Setelah itu salah satu, atau bahkan keduanya, melaporkan masalah tersebut ke kelompok masing-masing, dan timbullah kerusuhan yang melibatkan banyak orang dan bahkan kelompok.
Sebelum meletus konflik Desember 1998 dan diikuti oleh beberapa peristiwa konflik lanjutan, sebenarnya Poso pernah mengalami ketegangan hubungan antar komunitas keagamaan (Muslim dan Kristen) yakni tahun 1992 dan 1995. Tahun 1992 terjadi akibat Rusli Lobolo (seorang mantan Muslim, yang menjadi anak bupati Poso, Soewandi yang juga mantan Muslim) dianggap menghujat Islam, dengan menyebut Muhammad nabinya orang Islam bukanlah Nabi apalagi Rasul. Sedangkan peristiwa 15 Februari 1995 terjadi akibat pelemparan masjid dan madrasah di desa Tegalrejooleh sekelompok pemuda Kristen asal desa Mandale. Peristiwa ini mendapat perlawanan dan balasan pemuda Islam asal Tegalrejo dan Lawanga dengan melakukan pengrusakan rumah di desa Mandale. Kerusuhan-kerusuhan ”kecil” tersebut kala itu diredam oleh aparat keamanan Orde Baru, sehingga tak sampai melebar apalagi berlarut-larut.
Memang, setelah peristiwa 1992 dan 1995, masyarakat kembali hidup secara wajar. Namun seiring dengan runtuhnya Orde Baru, lengkap dengan lemahnya peran ”aparat keamanan” yang sedang digugat disemua lini melalui berbagai isu, kerusuhan Poso kembali meletus, bahkan terjadi secara beruntun dan bersifat lebih masif. Awal kerusuhan terjadi Desember 1998, konflik kedua terjadi April 2000, tidak lama setelah kerusuhan tahap dua terjadi lagi kerusuhan ketiga di bulan Mei-Juni 2000. konflik masih terus berlanjut dengan terjadinya kerusuhan keempat pada Juli 2001; dan kelima pada November 2001. Peristiwa-peristiwa tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lain, sehingga kerusuhan-kerusuhan dicermati dalam konteks jilid satu sampai lima.[2]
Namun pola konflik Poso terlalu kompleks untuk dianalisis hanya berdasar urutan itu, mengigat intensitas dan ekstensitas wilayah dan pelaku konflik antar tahap memperlihatkan perbedaan yang sangat mendasar. Terdapat beberapa pola kerusuhan yang dapat dilihat pada kerusuhan di Poso. Pertama, kerusuhan di Poso biasanya bermula terjadi di Poso kota dan selanjurnya merembet ke daerah-daerah sekitar Poso. Wilayah Poso kota keberadaan komposisi agama relative berimbang dan sama. Kedua, kerusuhan yang terjadi di pusat kota diikuti dengan mobilitas masa yang cukup besar, yang  berasal dari luar Poso, bahkan berasal dari luar kabupaten Poso. Ketika kerusuhan pertama dan kedua meletus, massa memasuki kota Poso berdatangan dari kecamatan Ampana, kecamatan Parigi, lage, Pamona, dan bahkan dari kabupaten Donggala. Ketika kerusuhan ketiga pun meletus, mobilisasi masssa bahkan semakin membludak, dan jauh lebih besar dari massa yang datang pada kerusuhan pertama dan kedua.
Pola ketiga adalah kerusuhan selalu ditandai dengan pemakaian senjata tajam, baik itu benda tumpul, pedang, parang, bahkan senjata api. Informasi yang didapat banyak mengakana bahwa kebanyakan korban tewas karena sabetan pedang/parang, benturan denga benda keras, dan lain sebagainya. Selain itu bukti yang mengatakan bahwa pada kerusuhan april 2000 diinformasikan 6 korban tewas disebabkan oleh berondongan senjata api.
Pola keempat adalah kesalahpahaman informasi dari keduabelah pihak. Pada kerusuhan pertama, dimulai dengan perkelahian antara dua pemuda Islam dan Kristen, yang kemudian di blow up menjadi konflik dua golongan agama. Konflik kedua berakar dari perkelahian dua kelompok pemuda, dan kemudian informasi mengatakan bahwa kerusuhan itu adalah kerusuhan dengan latar belakang agama.
Konflik pada Desember 1998 dan April 2000 kecenderungannya hanya tepat disebut ”tawuran”, [3] sebab konflik hanya dipicu oleh bentrokan pemuda antar kampong, intensitas dan wilayah konflik sangat terbatas di sebagian kecil kecamatan kota. Solidaritas kelompok memang ada, tapi belum mengarah pada keinginan menihilkan kelompok lain. Bahkan, setelah tahu bahwa penyebab bentrokan adalah minuman keras, kelompok yang berbenturan justru sempat sepakat mengadakan operasi miras bersama.
Mulai Mei-Juni 2000 dilanjutkan dengan Juli 2001 dan November-Desember 2001 konflik telah mengindikasikan ciri-ciri perang saudara. Konflik sudah mengarah pada upaya menghilangkan eksistensi lawan, terlihat dari realitas pembunuhan terhadap siapa pun, termasuk perempuan dan anak-anak, yang dianggap sebagai bagian lawan. Telah terbangun solidaritas kelompok secara tegas melalui ideologisasi konflik berdasar isu agama dan etnisitas, sehingga konflik menjadi bersifat sanagt intensif (kekerasan dan korban ) dan ekstensif (wilayah dan pelaku ). Bahkan berbeda dengan dua konflik sebelumnya yang umumnya menggunakan batu dan senjata tajam, sejak konflik ketiga pada Mei 2000 mereka telah mempergunakan senjata api, yang terus berlanjut hingga konflik keempat dan kelima, serta beberapa kekerasan sporadis ”pascakonflik”.
Konflik Poso telah memakan korban ribuan jiwa serta meninggalkan trauma psikologis yang sulit diukur tersebut, ternyata hanya disulut dari persoalan-persoalan sepele berupa perkelahian antarpemuda. Solidaritas kelompok memang muncul dalam kerusuhan itu, namun konteksnya masih murni seputar dunia remaja, yakni: isu miras, isu tempat maksiat. Namun justru persoalan sepele ini yang akhirnya dieksploitasi oleh petualang politik melalui instrumen isu pendatang vs penduduk asli dengan dijejali oleh sejumlah komoditi konflik berupa kesenjangan sosio-kultural, ekonomi, dan jabatan-jabatan politik. Bahkan konflik diradikalisasi dengan bungkus ideologis keagamaan, sehingga konflik Poso yang semula hanya berupa tawuran berubah menjadi perang saudara antar komponen bangsa.
Akar penyebab konflik Poso sangat kompleks. Ada persoalan yang bersifat kekinian, namun ada pula yang akarnya menyambung ke problema yang bersifat historis. Dalam politik keagamaan misalnya, problemanya bisa dirunut sejak era kolonial Belanda yang dalam konteks Poso memfasilitasi penyebaran Kristen dalam bentuk dukungan finansial. Keberpihakan pemerintah kolonial itu sebenarnya bukan dilandaskan pada semangat keagamaan, tetapi lebih pada kepentingan politik, terutama karena aksi pembangkangan pribumi umunya memang dimobilisir Islam.
Politik agama peninggalan kolonial ini akhirnya telah membangun dua image utama dalam dalam konstelasi politik Poso, yakni : Poso identik dengan komunitas Kristen, dan birokrasi di Poso secara historis didominasi umat Kristen. Namun, di era kemerdekaan fakta keagamaan itu terjadi proses pemabalikan. Jika tahun 1938 jumlah umat Kristen Poso mencapai angka 41,7 persen, lama-lama tinggal 30-an persen. [4] Data tahun 1997 bahwa Muslim Poso mencapai angka 62,33 persen, sedangkan Kristen Protestan 34,78 persen dan Katolik hanya 0,51 persen, ditambah sisanya Budha dan Hindu. [5]
Proses pembalikan ini bukan akibat pemurtadan, melainkan akibat migrasi kewilayahan, sehingga komposisi penduduk mengalami pergeseran. Dalam konteks Poso, konstelasi sosio ekonomi dan politik kultural terpengaruh oleh realitas perubahan komposisi komunitas ini, terutama beruapa proses pemiskinan di kalangan penduduk asli. Proses pemiskinan ini terjadi baik karena kultur kemiskinan maupun akibat kekeliruan kebijakan (kemiskinan structural), seperti lunturnya ketaatan pada tanah ulayat. Pembangunan jalan-Sulawesi dari Palopo ke Palu lewat Tentena dan Poso ikut membawa implikasi bagi kian cepatnya proses migrasi pendatang muslim yang masuk ke wilayah basis Kristen.
Pendatang Bugis yang memiliki kultur dagang kuat dengan cepat menguasai jaringan perdagangan. Bugis dinilai punya loyalitas keIslaman kuat, hamper selalu membangun tempat ibadah di setiap komunitas mereka tinggal. Realitas ini tidak saja menandai terjadinya pergeseran komunitas etnis, tetapi sekaligus dalam komunitas keagamaan.
Fakta pergeseran komunitas keagamaan ini pada akhirnya berpengaruh pula pada konstelasi politik Poso. Dengan digalakkannya program pendidikan era kemerdekaan, kaum terdidik dari kalangan Muslim bermunculan, dan berikutnya mulai ikut bersaing dalam lapangan birokrasi. Di sinilah, politik komunitas keagamaan mulai bermain pula dalam dunia kepegawaian, antara lain: (1). Kristen yang semula dominan mulai dihadapkan pada saingan baru kalangan Islam. (2). Jabatan strategis yang semula didominasi Kristen, secara alamiah terjadi peralihan tangan. Dalam situasi inilah politik agama dalam konteks birokrasi kepegawaian mulai merasuk dalam kehidupan masyarakat Poso. Perspektif komunitas keagamaan dalam konteks persaingan politik birokrasi, lengkap imbasnya berupa pembagian berbagai proyek pada orang-orang dekat, telah menjadi wacana penting dalam mencermati konflik Poso.
Dari situ tampak sekali bahwa aktor-aktor terlibat dalam konflik sebenarnya sangat kompleks melibatkan elemen-elemen birokrat, para pelaku ekonomi, disamping kelompok kultur keagamaan, yang pada gilirannya melibatkan pula kekuatan-kekuatan dari luar Poso dengan segala kepentingannya, mulai dari para laskar, aparat keamanan, birokrat pada level propinsi ataupun pusat yang memanfaatkan persoalan Poso untuk kepentingan.

Senin, 09 Januari 2012



kelompok IX


STRATEGI PROMOSI DAN PERIKLANAN

Promosi pada hakekatnya adalah suatu komunikasi pemasaran, artinya aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal padaproduk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan, Tjiptono (2001 : 219).
Sementara Sistaningrum (2002 : 98) mengungkapkan arti promosi adalah suatu upaya atau kegiatan perusahaan dalam mempengaruhi ”konsumen aktual” maupun ”konsumen potensial” agar mereka mau melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan, saat ini atau dimasa yang akan datang. Konsumen aktual adalah konsumen yang langsung membeli produk yang ditawarkan pada saat atau sesaat setelah promosi produk tersebut dilancarkan perusahaan. Dan konsumen potensial adalah konsumen yang berminat melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan perusahaan dimasa yang akan datang.

Adapun tujuan dari pada perusahaan melakukan promosi menurut Tjiptono (2001 : 221) adalah menginformasikan (informing), mempengaruhi dan membujuk (persuading) serta mengingatkan (reminding) pelangggan tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Sistaningrum (2002 : 98) menjelaskan tujuan promosi adalah empat hal, yaitu memperkenalkan diri, membujuk, modifikasi dan membentuk tingkah laku serta mengingatkan kembali tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan.
Pada prinsipnya antara keduanya adalah sama, yaitu sama-sama menjelaskan bila produk masih baru maka perlu memperkenalkan atau menginformasikan kepada konsumen bahwa saat ini ada produk baru yang tidak kalah dengan produk yang lama. Setelah konsumen mengetahui produk yang baru, diharapkan konsumen akan terpengaruh dan terbujuk sehingga beralih ke produk tersebut. Dan pada akhirnya, perusahaan hanya sekedar mengingatkan bahwa produk tersebut tetap bagus untuk dikonsumsi. Hal ini dilakukan karena banyaknya serangan yang datang dari para pesaing.
Dalam melakukan promosi agar dapat efektif perlu adanya bauran promosi, yaitu kombinasi yang optimal bagi berbagai jenis kegiatan atau pemilihan jenis kegiatan promosi yang paling efektif dalam meningkatkan penjualan. Ada empat jenis kegiatan promosi, antara lain : (Kotler, 2001:98-100)
1. Periklanan (Advertising), yaitu bentuk promosi non personal dengan menggunakan berbagai media yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
2. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling), yaitu bentuk promosi secara personal dengan presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan calon pembeli yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
3. Publisitas (Publisity), yaitu suatu bentuk promosi non personal mengenai, pelayanan atau kesatuan usaha tertentu dengan jalan mengulas informasi/berita tentangnya (pada umumnya bersifat ilmiah).
4. Promosi Penjualan (Sales promotion), yaitu suatu bentuk promosi diluar ketiga bentuk diatas yang ditujukan untuk merangsang pembelian.
5. Pemasaran Langsung (Direct marketing), yaitu suatu bentuk penjualan perorangan secara langsung ditujukan untuk mempengaruhi pembelian konsumen.

Promosi penjualan yang dilakukan oleh penjual dapat dikelompokkan berdasar tujuan yang ingin dicapai. Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Customer promotion, yaitu promosi yang bertujuan untuk mendorong atau merangsang pelanggan untuk membeli.
2. Trade promotion, yaitu promosi penjualan yang bertujuan untuk merangsang atau mendorong pedagang grosir, pengecer, eksportir dan importir untuk memperdagangkan barang / jasa dari sponsor.
3. Sales-force promotion, yaitu promosi penjualan yang bertujuan untuk memotivasi armada penjualan.
4. Business promotion, yaitu promosi penjualan yang bertujuan untuk memperoleh pelanggan baru, mempertahankan kontrak hubungan dengan pelanggan, memperkenalkan produk baru, menjual lebih banyak kepada pelanggan lama dan mendidik pelanggan.
Namun yang jelas apapun jenis kebutuhan yang akan diprogramkan untuk dipengaruhi, tetap pada perencanaan bagaimana agar perusahaan tetap eksis dan berkembang. Apalagi jika perusahaan tersebut mempunyai lini produk lebih dari satu macam.

Ada 3 gagasan utama dalam perencanaan bisnis yang dikemukakan oleh Kotler-AB. Susanto (2000 : 80) ;
1. Bahwa bisnis perusahaan seharusnya seperti ” Portofolio Investment ”, yaitu
perlu diputuskan bisnis mana yang dapat dikembangkan, dipertahankan, dikurangi atau bahkan mungkin dihentikan. Karena tiap bisnis memiliki keuntungan masing-masing dan sumber daya perusahaan harus dikelola sesuai dengan potensi yang menguntungkan.
2. Berorientasi pada potensi keuntungan di masa depan dengan mempertimbangkan tingkat pertumbuhan pasar dan posisi serta kesesuaian perusahaan. Tidak cukup dengan mengandalkan penjualan dan keuntungan yang telah dicapai pada tahun sebelumnya sebagai panduan.
3. Strategi. Perusahaan harus memiliki dan menetapkan rencana kerja untuk mencapai sasaran jangka panjang dengan melihat posisi industri (lihat Identifikasi Pesaing), sasaran, peluang keahlian serta sumber daya perusahaan.
Di samping tiga gagasan utama di atas, perlu pula dilakukan analisa atau pendekatan-pendekatan untuk menanggapi adanya perubahan-perubahan pada kondisi pasar yang bisa berdampak pada faktor biaya, Tjiptono (2000 : 7- 8).
Sehingga dengan melakukan analisa dapat dilakukan antisipasi agar tidak keluar biaya yang tidak terkontrol yang dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.
Penjualan langsung atau penjualan tatap muka merupakan sebuah strategi untuk mempromosikan produk atau jasa yang ditujukan untuk memengaruhi tindakan konsumen.Penjualan langsung (hardsell) lebih menekankan pengambilan keputusan yang didasarkan atas rasional atau karena adanya keuntungan tambahan yang diberikan suatu produk Wujud dari penjualan langsung (hard sell) dapat ditemui dalam bentuk promosi penjualan (sales promotion), penjualan pribadi (personal selling), penjualan langsung (direct response marketing), serta merchandising dan point of purchase
Media
Dalam penjualan langsung untuk menyentuh pikiran dan perasaan konsumen, dapat menggunakan beberapa media diantaranya adalah:
Promosi penjualan (sales promotion)
Promosi penjualan merupakan fungsi dari marketing komunikasi yang memperbesar aksi dengan menambahkan insentif dalam menawarkan merekPromosi penjualan didesain untuk jangka pendekdan dikatakan berhasil apabila dalam waktu singkat berhasil untuk meningkatkan dan mempercepat jumlah penjualan produk Promosi penjualan terbagi menjadi berorientasi pada konsumen dan berorientasi pada penjualan. Berorientasi pada konsumen adalah bentuk promosi penjualan yang didesain untuk memengaruhi [pembeli]] atau pengguna. Berorientasi pada penjualan adalah bentuk promosi penjualan yang didesain untuk memengaruhi konsumen melalui pedagang besar (wholesaler), distributor, dan pedagang kecil (retailer). Spesifikasi Blackberry Bold 9900 / BlackBerry Dakota
Menurut informasi yang beredar di internet BlackBerry Bold 9900 atau Blackberry Dakota ini tersedia mulai tanggal 16 September melalui distributor-distributor resmi, yakni PT Teletama Artha Mandiri, PT Comtech Cellular, dan PT Selular Media Infotama. minat hub 087869560629
Penjualan pribadi (personal selling)
Merupakan bentuk penjualan langsung yang dilakukan dengan cara tatap muka Seorang pemasar akan menawarkan produknya sebagai solusi atas permasalahan yang sering dialami konsumenDi dalam penjualan pribadi, terdapat jalinan komunikasi interpersonal (dua arah) antara pembeli dengan penjua
Penjualan langsung (direct response marketing)
Menggunakan sistem loop tertutupineraktif, dan pengiriman pesan yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku konsumen Sistem penjualan langsung tersebut digunakan untuk menciptakan respon konsumen secara langsungPenjualan partaian (merchandising) dan titik pembelian (point of purchase)
Penjualan partaian merupakan kegiatan untuk menciptakan gambaran merek (brand image) sampai ke tingkat pengecerTitik pembelian (Point-of-Purchase (P-O-P)) adalah kegiatan untuk menampilkan produk di tempat-tempat strategis di sebuah toko dengan tujuan untuk menarik perhatian konsumen terhadap merek tersebut.Kegunaan
Penjualan langsung ini digunakan untuk memengaruhi tingkah laku khalayak untuk dengan segera membeli produk tersebut karena adanya tambahan insentif yang diberikan.Biasa digunakan untuk produk-produk dengan harga jual rendah (low involvement) seperti produk kebutuhan hidup sehari-hari
Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan dari penjualan langsung ini adalah mampu meningkatkan jumlah penjualan dengan segeraSedangkan, kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan pada konsumen yang sudah menggunakan produk tersebut dan bukan untuk menarik pengguna baru. Sistem penjualan langsung seperti ini tidak dapat mewujudkan kesetiaan (loyalitas) konsumen terhadap suatu merek produk

Promosi Penjualan


Promosi penjualan
 adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli oleh pelanggan. 
Tujuan dari 
promosi penjualan sangat beraneka ragam yakni Merangsang permintaan, Meningkatkan hasrat konsumen untuk mencoba produk, membentuk goodwill, meningkatkan pembelian konsumen, juga bisa mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak serta meminimimkan perilaku berganti-ganti merek, atau mendorong konsumen untuk mencoba pembelian produk baru. Tujuan lainnya juga bisa berupa untuk mendorong pembelian ulang produk.
Melalui 
promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktifitas promosi pesaing.
Sifat-sifat yang terkandung dalam promosi penjualan diantaranya adalah 
komunikasi, insentif dan undangan (invitation). Sifat komunikasi mengandung arti bahwa promosi penjualan mampu menarik perhatian dan memberi informasi yang memperkenalkan pelanggan pada produk. Sifat insentif yaitu memberikan keistimewaan dan rangsangan yang bernilai bagi pelanggan. Sedangkan sifat undangan adalah mengundang khalayak untuk membeli saat itu juga.

Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/2129870-promosi-penjualan/#ixzz1iyxXVJpd



                            KELOMPOK VIII
STRATEGI DISTRIBUSI BARANG DAN JASA
Distribusi: Secara garis besar, pendistribusian dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan).
Dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas distribusi, perusahaan kerapkali harus bekerja sama dengan berbagai perantara (middleman) dan saluran distribusi (distribution channel) untuk menawarkan produknya ke pasar.
Perantara: Yang dimaksud dengan perantara adalah orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran barang dari produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial.
Secara umum perantara terbagi atas merchant middleman yang terdiri dari wholesalerdan retailer (dealer); dan agent middleman.
Perantara dibutuhkan terutama karena adanya beberapa kesenjangan di antara produsen dan konsumen. Kesenjangan tersebut meliputi geographical gap, time gap, quantity gap, assortment gap, communication dan information gap.
Untuk mengatasi masalah-masalah ini pemasar memerlukan perantara untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian, yang meliputi accumulating, bulk-breaking, sorting, dan assorting.
Tujuan dari penggunaan perantara adalah memanfaatkan tingkat kontak atau hubungan, pengalaman, spesialisasi, dan skala operasi mereka dalam menyebarluaskan produk sehingga dapat mencapai pasar sasaran secara efektif dan efisien.
Saluran distribusi (marketing channel, trade channel, distribution channel) adalah rute atau rangkaian perantara, baik yang dikelola pemasar maupun yang independen, dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen.
Berikut adalah tingkatan-tingkatan dalam saluran distribusi berdasarkan jumlah perantara di dalamnya, yaitu
Zero-level channel menunjukkan bahwa pemasar tidak menggunakan perantara dalam memasarkan produknya (disebut juga direct-marketing channel).
One-level channel menunjukkan pemasar menggunakan satu tipe perantara.
Two-level channel berarti memakai dua tipe perantara, dan seterusnya.
Kriteria 3 C: Pada dasarnya ketika memilih saluran distribusi, perusahaan harus mengikuti kriteria 3C, yaitu channel control, market coverage, dan cost.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan meliputi pertimbangan pasar, produk, perantara, dan perusahaan.
RETAILING
Retailing merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis.
Empat fungsi utama retailing: membeli dan menyimpan barang, memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir, memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut, dan memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu).
Klasifikasi retailing: retailing dapat diklasifikasikan berdasarkan lima kriteria, yaitu tipe kepemilikan, produk atau jasa yang dijual, non-store retailing, strategi penetapan harga, dan lokasi.
Strategi 7R: Untuk rnendukung kesuksesan usaha eceran, dibutuhkan penerapan strategi 7R yang terdiri atas right product/merchandise, right price, right quantity, right place, right time, right services, dan right appeals/promotions.
Komunikasi Peritel: Komunikasi peritel dengan pelanggannya tidaklah selalu dengan
media massa tetapi melalui gambaran visual, lay out maupun display produk di dalam toko.
Komunikasi visual adalah komunikasi perusahaan ritel atau toko dengan konsumennya melalui wujud fisik, seperti identitas toko, lay out dan display maupun in-store communication. Dengan menerapkan komunikasi visual secara menyeluruh, akan meningkatkan atau menambah citra toko yang
lebih baik di mata konsumen.
Citra Supermarket: merchandise/produk, lokasi yang mudah dijangkau, mengutamakan pelayanan pada segmen tertentu yang sesuai dengan karakteristik demografi calon pembeli, pelayanan, pramuniaga/staf/kasir, kepribadian perusahaan atau toko, fasilitas, store ambience/atmosfer, dan promosi.
Lay Out: Lay out merupakan pemetaan area yang dirancang sebagai tempat menjual suatu produk untuk membantu konsumen berbelanja dan pencarian barang yang akan dibeli. Tujuan dari lay out adalah untuk mendekatkan produk kepada konsumen agar tersedia dalam tempat dan jumlah yang tepat, untuk kenyamanan atau kemudahan untuk memperoleh produk, dan untuk efisiensi dan efektifitas space yang ada, yaitu pengelompokan berdasarkan group dan sub group. Sehingga dengan lay out yang baik maka dapat diinginkan sasaran yang diharapkan, yaitu : manfaat kegunaan tempat, manfaat kegunaan waktu, dan manfaat kegunaan informasi.
Display: display adalah tata letak barang dengan memperhatikan unsur pengelompokan jenis dan kegunaan barang, kerapihan dan keindahan agar terkesan menarik dan mengarahkan konsumen
untuk melihat, mendorong, dan memutuskan untuk membeli.
Tujuan dari sistem display: menciptakan store image, mempermudah pembeli mencari barang, menonjolkan jenis dan merek barang, meningkatkan penjualan, dan memperkenalkan barang baru. Visual merchandising merupakan gabungan dari unsur-unsur desain lingkungan toko, penyajian merchandise, dan komunikasi dalam toko.
Tujuan dari visual merchandising: menarik perhatian, menonjolkan salah satu keistemewaan produk, memenangkan persaingan dalam menarik perhatian konsumen, mendramatisir suatu kesan, merangsang minat konsumen untuk membaca keseluruhan pesan, dan menjelaskan suatu pernyataan.
Wholesaling: wholesaling adalah segala kegiatan menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau untuk pemakaian bisnis.
Perusahaan yang melakukan kegiatan wholesaling ini disebut wholesaler (distributor, jobber). Secara garis besar, pedagang grosir dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu merchant wholesaler, broker dan agent, serta kantor pusat dan kantor cabang produsen.
Distribusi barang dibedakan antara saluran untuk memindahkan hak kepemilikan barang dan saluran untuk memindahkan barang secara fisik. Jika yang pertama berhubungan dengan saluran distribusi (channel of distribution), maka yang kedua merupakan kegiatan-kegiatan yang disebut distribusi fisik (physical distribution).
Distribusi fisik adalah segala kegiatan untuk memindahkan barang dalam kuantitas tertentu, ke suatu tempat tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu. Fungsi-fungsi dalam distribusi fisik meliputi: transportation, storage dan warehousing, inventory central, material handling, border processing, dan protective packaging.
Perusahaan-perusahaan yang membantu dalam proses distribusi fisik disebut facilitator atau facilitating agencies. Facilitator ini dapat meliputi perusahaan transportasi, perusahaan asuransi, perusahaan yang menyewakan gudang (public and private warehouse), perusahaan pembiayaan, dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa facilitator bukanlah anggota di dalam suatu saluran distribusi.


      Strategi Penetapan Harga


Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk mendapatkan sebuah produk atau jasa. Dalam bauran pemasaran, harga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi  pemasaran suatu produk. Tinggi rendahnya harga selalu menjadi perhatian utama para konsumen saat mereka mencari suatu produk. Sehingga harga yang ditawarkan menjadi bahan pertimbangan khusus, sebelum mereka memutuskan untuk membeli barang maupun menggunakan suatu jasa. Dari kebiasaan para konsumen, dapat disimpulkan bahwastrategi penetapan harga sangat berpengaruh terhadap penjualan maupun pemasaran produk yang ditawarkan.
Dalam menentukan harga, setiap usaha mungkin memiliki strategi yang berbeda – beda. Namun setiap strategi yang mereka jalankan masih memiliki tujuan yang sama. Pada dasarnya tujuan penetapan harga memiliki empat orientasi, antara lain yaitu :
1. Tujuan berorientasi pada laba
Setiap usaha selalu memilih penetapan harga yang bertujuan menghasilkan laba paling banyak. Namun karena besarnya persaingan, sehingga suatu usaha sering kesulitan dalam memastikan harga yang dapat menghasilkan laba paling banyak. Sebagai solusinya para pelaku usaha  menggunakan pendekatan target laba, yaitu besar laba yang sesuai dengan sasaran laba.
2. Tujuan berorientasi pada volume
Penetapan yang berorientasi pada volume, bertujuan menetapkan harga untuk mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar tertentu. Biasanya harganya lebih murah, dibandingkan harga yang berorientasi pada laba.
3. Tujuan berorientasi pada citra / image
Yaitu penetapan harga yang bertujuan membentuk citra atau image produk dari suatu usaha. Misalnya dengan memberikan harga paling rendah untuk menanamkan image murah pada produk yang Anda tawarkan.
4. Tujuan berorientasi pada stabilitas harga
Orientasi pada stabilitas harga bertujuan untuk menjaga kestabilan antara harga produk suatu usaha  dengan harga yang dimiliki para pesaingnya.
Berdasarkan tujuan penetapan harga yang telah dibahas, penentuan harga produk memiliki beberapa strategi yang dapat digunakan untuk produk baru maupun produk lama yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. Berikut kami berikan beberapa cara / strategi penetapan harga yang dapat digunakan :
1. Strategi penetapan harga produk baru
Dalam menetapkan harga produk baru, usahakan menentukan harga yang dapat menarik minat pasar. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menetapkan harga produk baru, yaitu sebagai berikut :
§  Skimming price
Yaitu menetapkan harga yang tinggi pada produk baru, dengan disertai promosi yang besar – besaran. Kemudian semakin lama, harganya akan semakin turun. Misalnya pada produk elektronik seperti handphone, laptop, ataupun computer.
§  Penetration price
Penetration price adalah kebalikan dari skimming price, dengan menetapkan harga awal serendah mungkin untuk meraih pangsa pasar yang luas menjangkau semua kalangan guna membangun image pada konsumen.  Misalnya pada tarif layanan operator baru ( Axis )
2. Strategi penerapan harga produk yang sudah lama di pasaran
Untuk penetapan harga produk lama yang sudah beredar dipasaran, biasanya dapat berubah harga jika dipengaruhi adanya perubahan lingkungan pasar ataupun adanya pergeseran permintaan konsumen. Untuk mengatasi faktor tersebut, para produsen menggunakan tiga strategi penetapan harga sebagai berikut :
1.       Untuk mempertahankan posisi dalam pasar serta image yang telah tertanam di masyarakat, produsen menggunakan strategi untuk tetap mempertahankan harga yang ada di pasaran.
2.      Produsen menurunkan harga, namun jika menggunakan strategi tersebut produsen harus memiliki cadangan biaya yang besar karena harus menerima keuntungan yang kecil.
3.      Menaikan harga produk, strategi ini dilakukan suatu usaha untuk mempertahankan keuntungan yang diperoleh di tengah naiknya biaya produksi.
Selain strategi penetapan harga untuk produk baru dan produk lama, strategi penetapan harga yang mempengaruhi psikologis konsumen juga sering digunakan para pengusaha untuk meningkatkan penjualan. Misalnya dengan menetapkan harga yang cukup tinggi untuk membentuk image kualitas produk yang tinggi. Selain itu bisa juga dengan menetapkan harga ganjil yang sedikit lebih murah dari harga yang ditentukan agar konsumen mengira produk yang dibeli lebih murah, contoh barang yang harganya Rp 100.000,00 diganti dengan harga Rp 99.900,00 . Serta pemberian potongan harga tertentu apabila konsumen membeli produk dalam jumlah banyak, juga dapat dijadikan strategi khusus untuk menarik minat beli konsumen. Adanya strategi penetapan harga yang digunakan, sangat berpengaruh terhadap penjualan produk usaha kita. Untuk itu gunakan strategi penetapan harga yang paling sesuai dengan produk Anda. Salam sukses.




Sumber gambar : http://wahanaholiday.com/Image/Calculator2.jpg dan http://www.billboardmama.com/images/supermarket%20construction.jpg