DICKY EKA PUTRA
12211063
1 EA 16
TUGAS
IBD II
Asal mula dangdut
Dari mana Musik DangDut Berasal?
Airan musik DangDut lahir setelah
ajaran Islam masuk ke Indonesia yang sudah bercampur dengan aliran musik India.
Musik ini mulai tumbuh dan berakar sekitar tahun 1940.Musik ini dipengaruhi
oleh unsur musik India yg diambil dari alat musiknya yang bernama Tabla atau
musik yg menggunakan gendang.Sedangkan cengkok dan harmonisasinya merujuk ke
musik Arab.Akhirnya dipadukan oleh pengaruh musik barat yang mulai marak di
akhir tahun 1960-an dengan menggunakan gitar listrik..Dangdut bisa dikatakan
lebih matang sejak tahun 1970-an.Ciri Khas musik dangdut diiringi oleh gendang
suling dan joget yang gemulai.
Mengapa dinamakan DangDut ?
Dangdut kental dengan alat musik gendang. Suara gendang menghasilkan bunyi DANG
dan DUT. Ada juga yang mengatakan "dangdut" ini berasal dari istilah
atau sebutan sinis dari kalangan masyarakat kaum pekerja melayu pada masa itu
berdasarkan sebuah artikel majalah awal th 70-an.
Musik ini jauh berbeda dengan musik tradisional asli Indonesia.Tetapi ada
sedikit kemiripan khususnya dari adat tradisional melayu.Perjalanan musik
Dangdut mengalami perubahan yang seknifikan dari masa kemasa.Dan akhirnya Musik
Dangdut sudah membooming di Indonesia bahkan di Mancanegara.
Asal mula masyarakat pada music
dangdut
Banyak
aliran musik yang popular di masyarakat. Dari pop, rock,dangdut, reggae, SKA,
rap dll. Hal ini tak hanya diketahui kalangan pemuda dan orang dewasa saja,
anak kecil pun sudah mengenalnya. Dari sekian banyaknya aliran musik, terdapat
sebuah aliran yang telah lama populer di Indonesia , yaitu dangdut. Dangdut
merupakan aliran yang tak pernah mati atau surut dari negari ini. Meski sudah
tergolong lama namun aliran ini tetap populer di masyarakat sampai pada saat
ini.
Pencinta jenis musik ini kebanyakan kalangan dewasa. Meski begitu kalau kita
dengarkan alunan nadanya memang enak disimak, disbanding musik lainnya. Di
sudut-sudut kota hingga desa dan dusun, dangdut seolah ‘hidangan wajib’ di setiap
hajatan. Sedang jenis musik lainnya yang populer dengan sebutan musik band,
pencintanya banyak dari kalangan anak muda.
Kini aliran dangdut modern yang populer dengan sebutan dangdut koplo, merupakan
perkembangan dari musik dangdut yang dimainkan grup dangdut atau orkes Melayu
(OM). Pada umumnya dangdut koplo dimainkan di tempat terbuka seperti halnya
konser. Para biduanitanya biasanya memakai pakaian yang minim sehingga kalangan
masyarakat banyak yang menyukainya. Tak heran jika terjadi perang sawer alias
bagi-bagi uang dari penonton terhadap biduanita yang tampil.
Kaum pemuda dan orang dewasa sangat menyukainya apalagi di daerah pesisir serta
pedesaan. Umumnya di desa setiap hajatan pernikahan dan khitanan mengundang OM
untuk hiburan.Sedang perang sawer yang terjadi saat OM tampil kadang memicu
terjadinya tawuran pada penontonnya. Perang sawer merupakan ritual dan ciri
khas yang ada pada sebuah pesta dangdut koplo. Sebagai ungkapan rasa suka
penonton terhadap goyangan biduanita.
Para penyawer merupakan sebagian dari para fanatik yang akan berjuang untuk
membahagiakan dirinya. Mereka sebelumnya sudah mempersiapkan agar dapat
membahagiakan biduanita dengan uang yang ada. Dari sekian banyaknya penyawer
yang berusaha untuk bersalaman dengan para biduanita yang telah di siapkan oleh
pemilik OM. Kadang hal inilah yang memicu terjadinya tawuran di sebuah orkes.
Tak heran bila OM ternama seperti Sera, Monata, Palapa melarang penonton
memberi saweran pada artisnya. Meski begitu para pecinta dangdut koplo tetap
menyukai dangdut koplo.
Nilai-nilai yang ada dalam music
dangdut
Mohammad Shofan
Moh. Shofan, lahir di Gresik, Jawa Timur, 23 November 1975. Pernah
bergabung di Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), ICIP (International
Center for Islam and Pluralism) dan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK)
Universitas Paramadina dan kini sebagai peneliti di Yayasan Wakaf Paramadina,
Pondok Indah, Jakarta. Buku Yang Pernah diterbitkan antara lain: Pendidikan
Berparadigma Profetik, Upaya Konstruktif Meretas Dikotomi Pendidikan
Islam (IRCiSoD, 2004), Pola Dinamika Ranting Ketegangan antara
Purifikasi dan Dinamisasi (IRCiSoD, 2005), Jalan Ketiga Pemikiran Islam
Mencari Solusi Perdebatan Antara Tradisionalisme dan Liberalisme (IRCiSoD,
2006), The Realistic Education: Menuju Masyarakat Utama (IRCiSoD, 2007),
Menegakkan Pluralisme, Fundamentalisme Konservatif di Tubuh Muhammadiyah
(Ar-Ruz, 2008), Pluralisme Menyelamatkan Agama-agama (Samudra Biru,
2011), Memberi Pengantar Buku M. Dawam Rahardjo, dkk., Satu Abad Muhammadiyah
Mengkaji Ulang Arah Pembaruan (Paramadina, 2010), Editor buku Nuhammadiyah
Bicara Nassionalisme (Ar-Ruz, 2011), Editor Buku Budhy Munawar-Rachman,
Reorientasi pembaruan Islam Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme, Paradigma
Baru Islam Indonesia (Paramadina, 2010), Paradigma Islam, Melihat Masa
Depan Menilai Masa Lampau (2011, akan terbit di Resist Book), Rhoma
Irama, Jejak Sang Raja Dangdut (2011, segera terbit)
Ketika saya berniat menulis tentang perjalanan Rhoma Irama
dan Soneta Groupnya, ada sejumlah pertanyaan muncul di benak saya. Apa yang mau
saya tulis tentang Rhoma? Mengapa Rhoma penting untuk ditulis? Seberapa penting
pengaruhnya dalam merevolusi dangdut? Apa yang membedakan musik dangdut dengan berbagai
genre musik lainnya? Benarkah musik dangdut kampungan? Apakah mereka yang
menyukai musik dangdut mesti berselera rendah atau kampungan? Sejumlah
pertanyaan tersebut tentu akan memunculkan jawaban yang tidak (mungkin) sama.
Tergantung dari sudut mana kita akan memandangnya. Yang jelas, sederetan
pertanyaan-pertanyaan di atas, membawa saya untuk melakukan sebuah pencarian…
Alasan saya menulis buku ini lebih
karena sisi dukungan ilmiah pada musik dangdut sangatlah minim. Entah mengapa
para peneliti enggan mengkaji jenis musik yang satu ini. Sejak pertama muncul
dan dikenal lewat pemunculan Ellya Khadam, bintang pada era 60-an, dengan
hitnya ”Boneka dari India”, baru ada beberapa kajian akademis tentang dangdut,
di antaranya dari disiplin sejarah (Frederick 1982; Lockard 1998), musik (Hatch
1985; Yampolsky 1991; Wallach 2008), antropologi (Simatupang 1996; David 2009),
dan kajian Asia (Pioquinto 1995 dan 1998; Sen dan Hill 2000; Browne 2000).
Berbeda dari semua kajian tersebut,
Dangdut Stories yang ditulis oleh Andrew N. Weintraub, merupakan kajian
musikologis pertama yang menganalisis perkembangan stilistika musik dangdut.
Dengan memanfaatkan gaya vokal, melodi, irama, harmoni, bentuk, dan teks lagu,
seperti diyakini penulisnya, dangdut bisa mengartikulasikan pergulatan simbolis
atas makna dalam realitas kebudayaan Indonesia.[nbnote]Idi Subandy Ibrahim,
Kisah Indonesia Lewat “Goyang Dangdut” Kompas, 30 Januari 2011[/nbnote] Saya
belum membacanya secara tuntas. Namun upaya serius penulisnya layak mendapat apresiasi
yang besar, terlebih penulisnya bukanlah asli orang Indonesia, tetapi dari
Amerika.
Itulah dangdut. Sebuah dunianya yang
begitu semarak, tapi sepi dari perhatian publik ilmiah. Fachry Ali, seorang
peneliti sosial, pernah mengkajinya dengan serius. Beberapa tulisannya mengenai
dangdut sangat memikat. Namun, sayangnya hal itu sekarang tidak dilanjutkan.
Endo Suanda atau Lono Simatupang, melalui penelitiannya mengenai musik Melayu
atau Dangdut, mampu menghadirkan sosok musik ini secara lebih utuh. Dalam
penelitiannya, Endo mengatakan bahwa lagu dangdut juga dapat berperan sebagai
corong untuk mengungkapkan perasaan rakyat atas kesewenangan yang terjadi dalam
masyarakat. Banyak contoh protes sosial dalam lagu dangdut, sebagaimana saya
akan menjelaskannya pada pengantar ini.
Baiklah, mari kita lihat lebih jauh
lagi. Jika dilihat dari sudut profesi sebagai seorang seniman atau musisi,
Madonna maupun Michael Jackson, sebagai penyanyi, sebenarnya tak jauh berbeda
dengan Rhoma Irama. Mereka mampu menyentuh emosi ribuan bahkan jutaan massa
yang haus akan tontonan penggemarnya. Daya tarik pesona Rhoma, membuat
penggemarnya rela berdesak-desakan, berjoget ria, sambil mengeluh-eluhkan Sang
Idola. “Rhoma.. Rhoma… Rhoma…”, begitu, kata penggemarnya. Tak jarang show
Rhoma dan Sonetanya memakan korban hingga tewas, karena terlindas yang lain.
Dalam pentas-pentas Rhoma dan Sonetanya, ada kegairahan dan kegembiraan yang
luar biasa hingga mencapai “keadaan di luar kesadaran diri”, seolah tersihir
dalam suatu kondisi psikologis yang telanjang.
Kegairahan dan ketakjuban akan
kebahagiaan di luar batas, dan kerinduan untuk terus hidup dalam gaya memang
merupakan ciri dari modernitas. Rhoma dengan Sonetanya adalah bagian dari
tontonan sekaligus tuntunan dari para penggemarnya. Rhoma tak sekadar
menawarkan musik sebagai sekadar struktur bunyi-bunyian atau iringan
tari-tarian, yang hanya mementingkan sisi permukaan, penampakan, penampilan,
hiburan, dan permainan tanda-tanda yang tanpa kedalaman.
Rhoma memasukkan unsur agama dalam
musiknya dengan tujuan melakukan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar ketika
mengamati perilaku subkultur kelas bawah dan kelas menengah yang haus seks,
minum-minuman keras dan berbagai perilaku amoral lainnya. Dengan dan melalui
musik, Rhoma tak canggung menjadikan Soneta sebagai senjata untuk melakukan
kritik sosial, nasehat yang sarat dengan seruan moral agama. Keberanian serta
ijtihad Rhoma yang sering berujung adanya tuduhan “mengkomersialkan agama” tak
menyurutkan langkahnya, justru Ia semakin menguatkan eksistensinya sebagai
seorang musisi dengan julukan “Sang Raja Dangdut”.
Di tengah ”semesta simbolisme
modernitas” sebuah masyarakat di mana gaya hidup begitu dikultuskan dan dipuja,
manusia sebagai pelaku kesadaran, mulai “kehilangan rumah secara metafisik.”
Karena “rumah-rumah” itu telah direnggutkan dari sesuatu yang asali yakni
kepekaan akan moralitas yang tertanam dalam ruang batin manusia modern. Budaya
tradisional dihancurkan. Tak terkecuali di sini agama.
Rhoma tampaknya sadar, bahwa era
modernitas dengan segala pengaruhnya lambat laun menggeser peran agama sebagai
sumber moral dan digantikan dengan nilai-nilai baru seperti komputer, media
cetak, televisi, yang berpotensi besar memalingkan manusia dari Tuhannya, Sang
Pencipta. Keprihatinan Rhoma dapat ditemui dalam syair lagunya, “Qur’an dan
Koran”:
Sejalan dengan roda pembangunan
Manusia makin penuh kesibukan
Sehingga yang wajib pun terabaikan
Sujud lima waktu menyembah Tuhan
Karena dimabuk oleh kemajuan
Sampai komputer dijadikan Tuhan
Pengaruh dangdut dalam politik
Dangdut
merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk
musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam evolusi menuju
bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama
dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus
politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat
yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk
pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam
bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka
terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung,
gambus, rock, pop, bahkan house music.
Penyebutan nama "dangdut" merupakan onomatope dari suara permainan
tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan didominasi oleh
bunyi dang dan ndut. Nama ini sebetulnya adalah sebutan sinis dalam sebuah
artikel majalah awal 1970-an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer di
kalangan masyarakat kelas pekerja saat itu.
Berikut adalah nama-nama beberapa tokoh penyanyi dan pencipta lagu dangdut
populer yang dibagi dalam tiga kelompok kronologis, sesuai dengan perkembangan
musik dangdut:
Pra-1970-an
Husein Bawafie
Munif Bahaswan
Ellya
M. Mashabi
Johana Satar
Hasnah Tahar
1970-an
A. Rafiq
Rhoma Irama
Elvy Sukaesih
Mansyur S.
Mukhsin Alatas
Herlina Effendi
Reynold Panggabean
Camelia Malik
Ida Laila
Setelah 1970-an
Vetty Vera
Nur Halimah
Hamdan ATT
Meggy Zakaria
Iis Dahlia
Itje Tresnawaty
Evi Tamala
Ikke Nurjanah
Kristina
Cici Paramida
Dewi Persik
Inul Daratista
Dangdut dalam budaya kontemporer Indonesia
Oleh Rhoma Irama, dangdut dijadikan sebagai alat berdakwah, yang jelas terlihat
dari lirik-lirik lagu ciptaannya dan dinyatakan sendiri olehnya. Hal inilah
yang menjadi salah satu pemicu polemik besar kebudayaan di Indonesia pada tahun
2003 akibat protesnya terhadap gaya panggung penyanyi dangdut dari Jawa Timur,
Inul Daratista, dengan goyang ngebor-nya yang dicap dekaden serta "merusak
moral".
Jauh sebelumnya, dangdut juga telah mengundang perdebatan dan berakhir dengan
pelarangan panggung dangdut dalam perayaan Sekaten di Yogyakarta. Perdebatan
muncul lagi-lagi akibat gaya panggung penyanyi (wanita)-nya yang dinilai
terlalu "terbuka" dan berselera rendah, sehingga tidak sesuai dengan
misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan.
Dangdut memang disepakati banyak kalangan sebagai musik yang membawa aspirasi
kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala kesederhanaan dan kelugasannya.
Ciri khas ini tercermin dari lirik serta bangunan lagunya. Gaya pentas yang
sensasional tidak terlepas dari nafas ini.
Panggung kampanye partai politik juga tidak ketinggalan memanfaatkan
kepopuleran dangdut untuk menarik massa. Isu dangdut sebagai alat politik juga
menyeruak ketika Basofi Sudirman, pada saat itu sebagai fungsionaris Golkar,
menyanyi lagu dangdut.
Walaupun dangdut diasosiasikan dengan masyarakat bawah yang miskin, bukan
berarti dangdut hanya digemari kelas bawah. Di setiap acara hiburan, dangdut
dapat dipastikan turut serta meramaikan situasi. Panggung dangdut dapat dengan
mudah dijumpai di berbagai tempat. Tempat hiburan dan diskotek yang khusus
memutar lagu-lagu dangdut banyak dijumpai di kota-kota besar. Stasiun radio
siaran yang menyatakan dirinya sebagai "radio dangdut" juga mudah
ditemui di berbagai kota.
Dampak Positif dan Negatif Dangdut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran music dan lagu dangdut membawa
dampak atau pengaruh tersendiri terhadap masyarakat penggemarnya, khususnya
bagi remaja kota Jakarta, baik yang positif maupun negative. Sangat tidak adil
apabila kita hanya menafsirkan music atau lagu dangdut sebagai bentuk seni yang
“kampungan” atau “tidak bermutu”.
a. Dampak Positif Dangdut.
Beberapa lagu dangdut mempunyai makna atau mengandung pesan-pesan moral
dan pendidikan, lagu-lagu tersebut mengajarkan atau menasehati agar remaja
tidak terlena oleh pengaruh buruk yang diakibatkan kemajuan teknologi. Banyak
lagu dangdut yang bertema sosial dan mengangkat realita kehidupan ketika
orang-orang terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa, ketika melihat
ketidakadilan dan ketidakmanusiaan.
Lagu-lagu tersebut bisa mewakili mereka dalam berteriak dan menyuarakan
hati nuraninya yang mencurahkan sisi hitam masyarakat kelas bawah. Kiat
menyadarkan masyarakat terutama generasi muda, juga banyak dijumpai dalam lirik
lagu dangdut yang mengangkat masalah perjudian yang semakin marak dalam
berbagai bentuk.
Selain menggambarkan permasalahan masyarakat, melalui lagu-lagu dangdut
banyak kita jumpai kebijaksanaan untuk hidup bermasyarakat secara baik bahkan
tidak jarang nasehat untuk kerukunan hidup dan kehati-hatian manusia dalam
menentukan masa depannya. Dampak positif lainnya adalah lahirnya kreatifitas
untuk mencoba menerjuni bidang yang satu ini.
Lagu dangdut tidak mempengaruhi perilaku penggemarnya. Berbeda dengan
pengagum fanatic jenis music lain yang bisa ditandai dengan munculnya model
rambut cepak dan baju dan kalung rap.
b. Dampak Negatif Dangdut
Sesuai dengan tempat lahirnya, music dan lagu dangdut memang tumbuh subur
dikalangan masyarakat, membawakan aspirasi mereka, menyuarakan hati mereka. Maka
pantas apabila liriknya selalu berkisar pada persoalan yang menjadi bagian
hidup sehari-hari. Nilai-nilai kualitas dari sejumlah lagu dangdut kurang
diperhatikan. Sangat sulit untuk menemui nilai lebih dari kreatifitas seniman
dangdut sekarang. Selain itu, dampak negative dari lagu dangdut adalah :
1. Munculnya pola
hidup atau kebiasaan untuk memburu tempat-tempat yang diketahui akan menggelar
pertunjukkan music dangdut.
2. Timbulnya gaya
hidup yang baru, yakni kesenangan memasuki rumah hiburan (pub) yang khusus
menyajikan music dan lagu dangdut.
3. Meskipun tidak
seluruhnya, sebagian dari pengagum fanatic dangdut, seringkali memanfaatkan
kesempatan menonton pertunjukkan music ini sambil meminum minuman keras (mabuk,
teler)
4. Timbulnya
peniruan di kalangan remaja terhadap penyanyi idola. Hal ini menyebabkan
matinya kreatifitas dan buntunya inovasi untuk membentuk jati diri
5. Banyak lagu-lagu
dangdut yang mengandung pengertian sensual dibawakan oleh para pengamen remaja
di berbagai tempat dan menyebabkan mereka matang sebelum waktunya.
musik
dangdut dalam peningkatan taraf hidup perekonomian
Penyanyi dangdut pada umumnya adalah
kebanyakan dari kalangan menengah kebawah, menurut saya sendiri music dangdut
sebenarnya bisa meningkatkan taraf hidup perekonomian, kita sebut saja SUPER EMAK
ia adalah salah satu contoh sekaligus bukti nyata bahwa dangdut juga bisa
mengangkat suatu masalah ekonomi seseorang, beliau sendiri adalah dari kalangan
bawah yang awalnya tidak mempunyai apa-apa (harta), dan sekarang coba kita
lihat ia yang sekarang yang awalnya tidak ada apa-apanya dimata orang, dan sekarang
pun ia sudah mulai dipandang orang dengan tidak sebelah mata, itu karena
perubahan perekonomiannya yang disebabkan oleh suara emasnya dengan menyanyikan
music dangdut, sedangkan contoh lainnya adalah yang sekarang sedang menjadi
buah bibir di semua kalangan yaitu AYU TINGTING yang anda semua mungkin tahu
bagaimana perjalanannya yang dapat mengangkat perekonomiannya seorang penyenyi
dangdut.
peningkatan taraf lapangan pekerjaan
oleh dangdut
Meningkatnya lapangan pekerjaan
yang disebabkan oleh music dangdut untuk saat ini masih banyak peminatnya yang
membuka lowongan untuk para pencinta dangdut, mereka yang memiliki suara bagus
dalam menyanyikan music dangdut (penyanyi dangdut) tidaklah kwatir untuk
mencari pekerjaan lain ataupun pindah profesi, karena masih banyak yang
membutuhkan jasa mereka (penyanyi dangdut) untuk bernyanyi seperti grup-grup
dangdut yang biasa mentas di tempat hajatan orang nikahan dan sebagainya, masih
seringkali mencari penyanyi-penyanyi dangdut yang mempunyai suara emas, tidak
hanya itu para penyanyi dangdut pula bisa memiliki kesempatan untuk menjadi
artis dangdut papan atas, dengan cara mengikuti audisi di salah satu stasiun
televisi yang sedang mencari bakat penyanyi dangdut, hal itu bisa menjadi salah
satu batu loncatan untuk memiliki pekerjaan untuk para penyanyi berbakat yang
ingin memiliki pekerjaan sebagai entertainer di bidang penyanyi dangdut
professional.
Jadi, ayo maju terus para penyanyi
dangdut dan jangan suka putus asa dalam mencapai kesuksesan, jangan pernah malu
dengan profesi kalian karena selagi anda berada dijalan yang lurus sebagai
profesi penyanyi dangdut, tidak usah resah, karena banyak jalan untuk kalian
pedangdut untuk menunjukan bakat kalian.